judul gambar
Memuat...

Kamis, 11 Februari 2016

PGRI Bluluk --- MENDAHULUI informasi resmi, Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemdikbud memberikan dana bantuan peningkatan kualifikasi akademik S-2 bagi guru pendidikan dasar yang bertugas di sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah dasar luar biasa (SDLB), dan sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB) Tahun 2016.

Adapun persyaratannya bisa dibaca sebagai berikut :
Bantuan S2 2016
sumber : laman pasca sarjana pasca.unesa.ac.id

Kamis, 07 Januari 2016

Oleh : Em. Syuhada’ *)

KEBERADAAN anak bagi orang tua adalah permata. Setiap orang pasti menginginkan memiliki anak yang cerdas dan berhasil dalam kehidupan. Kecerdasan yang dimaksud tentu bukan hanya kecerdasan intelektual semata, namun kecerdasan yang menyangkut seluruh aspek kemanusiaan. Tak ada ceritanya, ada orang tua yang rela jika anaknya bodoh dan gagal. Sebab, anak adalah lentera yang segala harapan kehidupan terpanggul di pundaknya. Ibarat pelita, kehadirannya mampu memantulkan cahaya. Karena anaklah orang tua rela melakukan apa saja agar si anak berhasil dalam kehidupan.

Namun, untuk mendapatkan anak yang cerdas dan berhasil ternyata bukanlah perkara mudah. Ada banyak hal yang harus dilakukan ketika “amanah” itu disandarkan kepadanya. Dalam pemahaman Islam, eksistensi anak adalah fitrah. Di tangan orang tualah hitam putih kehidupan anak ditentukan. Maka sangat tidak dibenarkan jika dalam mengawal tumbuh-kembang anak, orang tua hanya memperhatikan kebutuhan fisik semata. Lebih dari itu, orang tua harus memperhatikan seluruh kebutuhan anak, supaya anak bisa menjadi manusia seutuhnya yang sukses menapaki kehidupan.

Buku bertajuk Panduan Praktis Mendidik Anak Cerdas Intelektual & Emosional ini begitu apik dalam menjelaskan hal tersebut. Widian Nur Indriyani, sang penulis tak hanya memberikan kiat bagaimana mendidik anak cerdas. Namun segala permasalahan yang menyangkut anak dijelaskan secara rinci dalam buku ini. Menurutnya, bekal kecerdasan supaya anak berhasil dalam kehidupan ternyata tak bisa sepenuhnya mengandalkan pada sekolah. Sebab, cerdas secara akademik saja tak menjadi jaminan bahwa anak akan berhasil dalam kehidupan. Bill Gates, Albert Einstein, Sir Isaac Newton, Thomas Alva Edison, adalah sederetan nama orang-orang besar dalam sejarah. Tapi siapa sangka bahwa mereka adalah “orang-orang bodoh” ketika masih kanak-kanak dan dianggap sangat tidak berhasil dalam dunia sekolah.

Lantas, apa sebenarnya kunci utama agar anak berhasil dalam kehidupan? Menurut Widian, ada sembilan jenis kecerdasan, atau yang lebih dikenal dengan istilah Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence). Yang harus dilakukan orang tua adalah menemukan dan melatih agar tiap-tiap kecerdasan itu berkembang secara optimal. Kecerdasan yang dimaksud meliputi Cerdas Bahasa (cerdas dalam mengolah kata), Cerdas Gambar (memiliki imajinasi tinggi), Cerdas Musik (peka terhadap suara dan irama), Cerdas Tubuh (terampil dalam mengolah tubuh dan gerak), Cerdas Matematika dan Logika (cerdas dalam sains dan berhitung), Cerdas Sosial (kemampuan tinggi dalam membaca pikiran dan perasaan orang lain), Cerdas Diri (menyadari kekuatan dan kelemahan diri), Cerdas Alam (peka terhadap alam sekitar), dan Cerdas Spiritual (menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam semesta). Memang sangat jarang ada manusia yang memiliki kecerdasan yang tinggi di semua bidang. Namun kenyataannya, manusia bisa benar-benar sukses jika ia memiliki kombinasi 4 atau 5 kecerdasan yang menonjol. (hal. 68)

Lebih jauh Widian mengemukakan, ada dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan anak, yakni faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan, yang terkait satu sama lain Meskipun secara genetik seorang anak memiliki kecerdasan karena turunan orang tua, namun jika lingkungan keluarga dan sosial sama sekali tidak mendukung, maka potensi kecerdasan anak tidak akan berkembang secara optimal. Maka peran orang tua yang terpenting sesungguhnya adalah mengawal secara terus-menerus proses tumbuh-kembang anak dengan memenuhi seluruh kebutuhan pokok yang meliputi kebutuhan fisik-biologis, kebutuhan emosi-kasih sayang, dan stimulasi dini. Hal tersebut diberikan ketika anak masih berbentuk janin, dan terutama ketika anak melewati masa-masa keemasan (Golden Age).

Apa yang dipaparkan Widian dalam buku ini sungguh rinci. Segala bentuk permasalahan dituturkan tak hanya menyangkut masalah psikis, namun juga fisik-biologis. Tentang bagaimana caranya menangani anak yang sulit makan, anak yang sembelit, kolik pada bayi, mengatasi anak pemalu, menangani anak fobia sekolah dan sebagainya. Semuanya dituturkan dengan bahasa praktis sehingga mudah dipraktekkan oleh para orang tua. Namun sayang, untuk kecerdasan terakhir berupa cerdas spiritual sama sekali tak disinggung. Padahal, kecerdasan tersebut bukan hanya penting, bahkan sesuatu yang “wajib”, karena menyangkut hubungan manusia dengan pencipta alam semesta.

Terkait hal tersebut, Emha Ainun Nadjib (2001) pernah bertutur mengenai kecerdasan spiritual. Menurutnya, manusia boleh menyandang predikat budaya macam apapun dalam kehidupan, namun yang terpenting adalah bagaimana ia bisa lulus “menjadi” manusia. Kurikulum dasar pendidikan anak menurutnya ada dua macam, ialah ketakjuban dan tanggung jawab kepada Allah. Sesempat-sempatnya orang tua menumbuh-kembangkan dua potensialitas rohaniah dan intelektual tersebut. Setiap kali berkomunikasi dengan anak, diusahakan agar mengarahkannya pada dua hal itu. Anak melihat air, diajak menemukan asal muasal dan manfaat air, sehingga ia takjub kepada Allah. Anak melihat pagi hari, embun yang jatuh, cacing menembus bumi, menatap, mendengar, dan mengalami apapun saja dalam kehidupan selalu diajak mencenderungkannya pada kesadaran ketuhanan.

Pada titik yang sama, secara dini anak juga dilatih bertanggung jawab. Bahwa segala yang tersebar di alam semesta ini adalah milik-Nya semata. Yang harus dilakukan orang tua adalah membangun kesadaran pada jiwa anak, bahwa ia tak berhak menentukan apa yang harus dan tak boleh dilakukan. Satu-satunya jalan adalah mendengarkan kata si Pemilik Kehidupan. Maka tak ada kemungkinan lain bagi manusia selain harus taat kepada-Nya. Insya Allah, jika kedua hal itu telah tertanam dalam sanubari anak, kelak jika ia dewasa dan melakukan apapun saja dalam kehidupan, semata-mata sedang menjalankan kegembiraan bertanggung jawab pada pencipta-Nya. Bukan lantaran taat pada kita, atau takut pada polisi atau negara.

Terlepas dari kekurangan buku ini, kehadirannya sungguh penting, terutama bagi siapa saja yang menginginkan menjadi orang tua yang terbaik bagi anak-anaknya. Dengan membaca buku ini, setidaknya kita akan mengerti bahwa menjadi orang tua ternyata bukan persoalan gampang. Tapi percayalah, dengan totalitas menjalankan amanah, kebahagiaan itu akan segera menyeruak jika kelak berkat kepengasuhan kita, anak-anak kita benar-benar menjadi permata dalam kehidupan. Semoga.***

Judul Buku : Panduan Praktis Mendidik Anak Cerdas Intelektual & Emosional
Penulis : Widian Nur Indriyani
Penerbit : Logung Pustaka, Yogjakarta
Cetakan : I, April 2008
Tebal : 232 halaman

*) Em. Syuhada’, Pengeja Aksara, beralamat di em.syuhada@gmail.com
PGRI Bluluk ~ Beberapa waktu lalu, PGRI Bluluk memposting Tindak Lanjut PUPNS, 31 Januari 2016 jika tidak segera melakukan registrasi, maka namanya dihapus dari Daftar PNS Nasional di BKN. Hal tersebut sesuai dengan surat BKN nomor K 26-30/V 2-1/99 tertanggal 5 Januari 2015 perihal Tindak Lanjut e-PUPNS.

Khusus bagi PNS di wilayah Kab. Lamongan silahkan cek nama Anda apakah masuk dalam daftar PNS yang belum melakukan Registrasi e-PUPNS seperti yang diupload oleh BKD Lamongan dalam laman resminya:

Jika nama Anda ada dalam daftar diatas, segera daftar dan melakukan konfirmasi ke BKD Lamongan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.(*)

Rabu, 06 Januari 2016

PGRI Bluluk ~ NUPTK atau Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah nomor yang diberikan kepada setiap individu yang sedang bekerja sebagai pendidik dan tenaga kependidikan. Sejarah NUPTK dimulai sejak 2006, diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) dalam memenuhi tuntutan UU SISDIKNAS NO.20 TH 2003 dan UU GURU DAN DOSEN NO.14 TH 2005.

Namun ketika tanggal 21 Januari 2015, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 tahun 2015, Struktur Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengalami perubahan. Hal itu berimbas pula pada proses penerbitan NUPTK pada tahun 2016. NUPTK yang sebelumnya menjadi kewenangan BPSDMPK-PMP (yang dihapus dalam struktur organisasi Kemdibud, berganti menjadi Ditjen GTK), Penerbitan NUPTK Tahun 2016 menjadi tugas Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK) dengan tetap berkoordinasi kepada Tim Dapodik Unit Utama.

Sehubungan dengan Penerbitan NUPTK Tahun 2016, Ditjen GTK mengeluarkan surat nomor 14652/B.B2/PR/2015 tanggal 28 Desember 2015 tentang Penerbitan NUPTK bagi Guru dan Tenaga Kependidikan pada Satuan Pendidikan Formal dan Non Formal Tahun 2016. Adapun syarat-syaratnya diterangkan dalam surat sebagaimana gambar berikut:

Yang patut dicermati adalah syarat penerbitan NUPTK bagi guru non PNS di Sekolah Negeri. Seperti yang sudah berjalan pada tahun-tahun sebelumnya ketika NUPTK masih menjadi wewenang BPSDMPK-PMP melalui PADAMU NEGERI, bagi Guru non PNS di Sekolah Negeri untuk bisa mendapatkan NUPTK adalah mutlak harus memiliki SK Pengangkatan dari Bupati/Walikota/Gubernur. Padahal, Kemendagri pernah menerbitkan Surat Edaran yang ditujukan kepada Bupati/Walikota. Isinya jelas, Bupati/Walikota dilarang untuk mengangkat GTT. Lantas, apakah Bupati/Walikota bersedia untuk menerbitkan SK Pengangkatan bagi GTT???(*)

Selasa, 05 Januari 2016

Kepala BKN, Bima Haria Wibisana (Sumber Foto: www.bkn.go.id)
PGRI Bluluk ~ KABAR terbaru bagi guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil. Terkait dengan batas waktu PUPNS yang berakhir 31 Desember 2015 yang lalu, BKN menerbitkan surat nomor K 26-30/V 2-1/99 tertanggal 5 Januari 2015 perihal Tindak Lanjut e-PUPNS.

Dalam surat tersebut disebutkan, bahwa masih ada 106.038 PNS yang belum melakukan registrasi dalam Pendataan Ulang PNS (PUPNS), 1.630.816 PNS yang belum diverifikasi Level 1 dan Level 2, dan 449.057 PNS yang sudah melakukan registrasi namun belum menyampaikan berkas (dokumen) untuk diverifikasi.

Terkait hal tersebut, BKN memberikan kesempatan kepada PNS bersangkutan untuk melakukan registrasi hingga 31 Januari 2016 dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1) Instansi yang menyampaikan nama-nama PNS yang akan melakukan registrasi susulan e-PUPNS 2015 dengan pengantar dari Kepala Biro Kepegawaian/Kepala BKD kepada Kepala BKN beserta alasan tidak melakukan registrasi e-PUPNS dengan mengisi format lampiran yang sudah disediakan.
2) BKN kemudian akan memberikan hak akses jika alasan yang disampaikan RASIONAL.
3) Batas waktu registrasi disediakan hingga 31 Januari 2016, jika sampai waktu yang ditentukan, PNS belum melakukan registrasi dan mengisi data, maka DINYATAKAN BERSTATUS TIDAK SEBAGAI PNS dan namanya dihapus dari Data PNS Nasional di BKN.
Sedangkan bagi instansi yang belum melakukan verifikasi Level 1 dan Level 2, juga diberikan perpanjangan waktu hingga 31 Januari 2016. Sementara untuk PNS yang sudah melakukan registrasi namun belum melakukan entry data diberikan kesempatan hingga 17 Januari 2016.

Berikut ini surat resmi yang diterbitkan BKN dalam laman resminya:
Berikut Contoh Formulir Lampiran Kepada Kepala BKN:

Minggu, 03 Januari 2016

PGRI Bluluk - Uji Kompetensi Guru (UKG) telah dilaksanakan pada akhir tahun 2015 kemarin. Kemdikbud selaku pelaksana program telah memiliki data terkait hasil UKG yang telah dilaksanakan. Rencananya, hasil tersebut akan diumumkan ke pihak yang berkepentingan pada pertengahan januari 2016 setelah semua proses telah diselesaikan.

Namun, sebelum hasil UKG 2015 disampaikan secara resmi, melalui laman resminya di situs Kemdikbud, Kementrian Pendidikan dan kebudayaan telah melansir 7 (tujuh) propinsi dengan hasil nilai UKG terbaik. Nilai yang diraih merupakan nilai yang mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55.
Tujuh provinsi yang dimaksud adalah DI Yogyakarta  yang mendapatkan 62,58, Propinsi Jawa Tengah 59,10, DKI Jakarta 58,44, Jawa Timur yang menduduki peringkat 4 dengan nilai 56,73, Bali 56,13, Bangka Belitung 55,13, dan Jawa Barat 55,06.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Sumarna Surapranata menyebutkan, jika dirinci lagi hasil UKG untuk kompetensi bidang pedagogik, rata-rata nasionalnya hanya 48,94, yakni berada di bawah standar kompetensi minimal (SKM), yaitu 55. Bahkan hanya ada satu provinsi yang nilainya di atas rata-rata nasional sekaligus mencapai SKM untuk bidang pedagogik ini, yaitu DI Yogyakarta dengan nilai 56,91.

“Artinya apa? Pedagogik adalah urusan cara mengajar guru, Jika kelemahan di bidang pedagogik, kelemahan itulah nanti yang harus diperbaiki” demikian ditegaskan Pranata setelah melakukan konferensi pers akhir tahun 2015 di Kantor Kemendikbud, Jakarta, (30/12/2015).

Seperti diketahui, Uji kompetensi guru (UKG) tahun 2015 menguji kompetensi guru untuk dua bidang yaitu pedagogik dan profesional. Rata-rata nasional hasil UKG 2015 untuk kedua bidang kompetensi itu adalah 53,02. Selain tujuh provinsi di atas yang mendapatkan nilai sesuai standar kompetensi minimum (SKM), ada tiga provinsi yang mendapatkan nilai di atas rata-rata nasional, yaitu Kepulauan Riau (54,72), Sumatera Barat (54,68), dan Kalimantan Selatan (53,15).

Lebih lanjut Pranata mengatakan, setelah nilai UKG dilihat secara nasional, nanti akan dilihat lagi secara rinci hasil UKG per kabupaten/kota, dan hasil UKG per individu (guru). “Ada pertanyaan, ini data hasilnya mau diapakan? Dengan data ini kita dapat potret untuk kita memperbaiki diri,” katanya.

Ia mencontohkan, ada guru yang mendapat nilai rata-rata 85. Namun meskipun nilai tersebut baik, setelah dianalisis hasilnya, guru tersebut memiliki kekurangan di beberapa kelompok kompetensi. “Dia ada kekurangan di tiga kelompok, yaitu kelompok kompetensi 1, kelompok kompetensi 4, dan kelompok kompetensi 6. Maka dia harus memperbaikinya,” tutur Pranata. Salah satu instrumen untuk meningkatkan kompetensi guru itu adalah dengan pelatihan dan pendidikan yang lebih terarah sesuai dengan hasil UKG. (*)

Pengunjung Blog

DAFTAR ISI

Arsip Blog

Flag Counter

Flag Counter

Pengikut

Breaking News

Artikel Populer Minggu Ini

Lomba

More on this category »

Esai

More on this category »

Resensi Buku

More on this category »